Ads 468x60px

Minggu, 28 September 2014

Senayan Bukan Lagi Rumah Rakyat Melainkan Istana Bagi Partai/Koalisi.



"Pemilihan Gubernur, Bupati / Walikota Secara Tidak langsung (Melalui DPRD) adalah Keputusan Yang Dihasilkan Anggota DPR RI Yang Sering Mengigau, Anggota Yang Biasa Tidur Saat Sidang, Suka Bolos, Suka Nyabu, Suka Hadiah Duit dan Wanita".

Anggota DPR itu terbagi atas 3 (Tiga) bagian, menurut Status Perwakilan / Keterpilihannya :
  1. Mereka Yang Benar-Benar Sebagai Wakil Rakyat, Dalam Penetapan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota mereka inilah yang Pro/Memilih Pemilihan Langsung.
  2. Mereka Yang Benar-Benar Sebagai Wakil Partai / Koalisi, Dalam Penetapan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota mereka inilah yang Pro/Memilih Pemilihan Tidak Langsung (Melalui DPRD).
  3. Mereka Yang Benar-Benar Mewakili Keduanya, Dalam Penetapan RUU Pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota mereka inilah yang Bingung dan Ragu dalam Mengambil Sikap Apakah Mewakili Rakyat, Partai/Koalisi, dan atau Mungkin Karena Kesadaran bahwa Telah Terjadi Kesalahan di Lembaga Rakyat Terhormat kemudian Yang Terjadi akhirnya Walk Out.
Anggota DPR RI Yang Pro Pemilihan Tidak Langsung adalah Mewakili Partai / Koalisi, Bukan Mewakili RAKYAT. Mereka Justru Mengebiri Hak Rakyat dalam menentukan Pilihannya. Dalam Konstitusi Kita Sangat Jelas, Biarkan RAKYAT Memilih Sendiri PEMIMPINnya. Partai / Koalisi itu ada Karena RAKYAT, Jadi Berhentilah mengatasnamakan RAKYAT untuk Kepentingan PARTAi / KOALISI.


Alasan Penghematan ???
Kondisi Hari Ini (Orde Reformasi) Yang Pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota Dilaksanakan Secara Langsung dipilih Oleh Rakyat Masih Lebih Baik Dibanding Zaman ORBA dan ORLA, Padahal Sebahagian Masih Di KORUPSI. Untuk Mencegah KORUPSI bukan Lewat Pemilihan Gubernur, Bupati/Walikota Melalui DPRD.

Kesimpulan :
Setiap Tindakan atau Upaya Menghalangi Orang Lain atau Mengakibatkan Orang Lain Kehilangan Hak-Haknya termasuk Hak Politik (Bebas Memilih dan Dipilih) Merupakan Pelanggaran Konstitusi. Jadi Bisa disimpulkan bahwa Telah Terjadi Kesalahan dan bisa jadi Merupakan Kejahatan dan yang menjadi Korbannya adalah RAKYAT INDONESIA.

Sabtu, 10 Mei 2014

KPU Menetapkan Hasil Pemilu Legislatif 2014

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak dalam Pemilu Legislatif 2014,  Komisi Pemilihan Umum telah menetapkan hasil rekapitulasi suara nasional pemilu legislatif pada Jumat (9/5/2014) tengah malam dan menetapkan PDI-P meraih suara terbanyak, yakni 23.681.471 suara sah. Jumlah ini hanya 18,95 persen dari total suara sah, yaitu 23.681.471 suara. 

Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Husni Kamil Manik, disertai seluruh komisioner dan sekretaris jenderal, akhirnya mengesahkan Penetapan Hasil Pemilu Secara Nasional Pada Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD Tahun 2014. Dalam rapat pleno tersebut, Husni membacakan hasil perolehan suara nasional 12 partai politik.

Berikut hasil perolehan suara setiap partai:
1. Partai Nasdem 8.402.812 (6,72 persen)
2. Partai Kebangkitan Bangsa 11.298.957 (9,04 persen)
3. Partai Keadilan Sejahtera 8.480.204 (6,79 persen)
4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 23.681.471 (18,95 persen)
5. Partai Golkar 18.432.312 (14,75 persen)
6. Partai Gerindra 14.760.371 (11,81 persen)
7. Partai Demokrat 12.728.913 (10,19 persen)
8. Partai Amanat Nasional 9.481.621 (7,59 persen)
9. Partai Persatuan Pembangunan 8.157.488 (6,53 persen)
10. Partai Hanura 6.579.498 (5,26 persen)
14. Partai Bulan Bintang 1.825.750 (1,46 persen)*
15. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia 1.143.094 (0,91 persen)*
* PBB dan PKPI tidak lolos ke DPR karena perolehan suara kurang dari 3,50 persen.

Senin, 31 Maret 2014

Partai Politik dan Kandidat

Indonesia menggunakan sistem multi-partai. Menurut catatan Kementrian Hukum dan Hak Azasi, terdapat 73 partai politik yang terdaftar secara sah. UU 8/2012 mewajibkan masing-masing partai politik untuk mengikuti proses pendaftaran dan verifikasi yang dilaksanakan oleh KPU untuk mengikuti sebuah Pemilu. Pada Pemilu 2009, terdapat 38 partai politik nasional dan enam partai politik Aceh yang bersaing hanya untuk daerah Aceh. Sembilan partai politik mendapatkan kursi di DPR. Setelah Pemilu 2009, sembilan partai politik ini mengamandemen undang-undang Pemilu Legislatif dan menetapkan batas yang jauh lebih tinggi untuk mendaftarkan, berpartisipasi, dan memenangkan pemilihan umum. Batas-batas ini, sangat tinggi bahkan kalau  diukur menggunakan standar internasional, termasuk aturan bahwa partai politik harus memiliki kantor cabang (yang sifatnya permanen) di 33 provinsi, kantor cabang (yang sifatnya permanen) di setidaknya 75 persen kabupaten/kota tiap provinsi, dan kantor cabang (tidak harus permanen) di setidaknya 50 persen kecamatan dalam kabupaten/kota tersebut. Untuk Pemilu 2014, 46 partai politik mendaftarkan diri, namun hanya dua belas partai politik nasional dan tiga partai politik lokal (hanya boleh bersaing melawan parpol nasional di Aceh) yang sukses melewati proses pendaftaran dan mendapatkan tempat di surat suara. Berikut adalah dua belas partai tersebut berdasarkan nomor urut bersama informasi mengenai jumlah suara yang diperoleh pada Pemilu 2009.
  1. NasDem – Partai Nasional Demokrat (partai politik baru)
  2. PKB – Partai Kebangkitan nasional (memperoleh 4,95 persen suara/27 kursi di DPR)
  3. PKS – Partai Keadilan Sejahtera (memperoleh 7,89 persen suara/57 kursi di DPR)
  4. PDI-P – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (memperoleh 14,01 persen suara/95 kursi di DPR)
  5. Golkar – Partai Golongan Karya (memperoleh 14,45 persen suara/107 kursi di DPR)
  6. Gerindra – Partai Gerakan Indonesia Raya (memperoleh 4,46 persen suara/26 kursi di DPR)
  7. PD – Partai Demokrat (memperoleh 20,81 persen suara/150 kursi di DPR, merupakan partai dari presiden Republik Indonesia saat ini)
  8. PAN – Partai Amanat Nasional (memperoleh 6,03 persen suara/43 kursi di DPR)
  9. PPP – Partai Persatuan Pembangunan (memperoleh 5,33 persen suara/33 kursi di DPR)
  10. Hanura – Partai Hati Nurani Rakyat (memperoleh 3,77 persen suara/18 kursi di DPR)
  11. PDA – Partai Damai Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh)
  12. PNA – Partai Nasional Aceh (partai politik baru, hanya bersaing di Aceh)
  13. PA – Partai Aceh (hanya bersaing di Aceh; memperoleh 43,9 persen suara/33 kursi di DPRD Provinsi Aceh)
  14. PBB – Partai Bulan Bintang (tidak berhasil memperoleh kursi di DPR)
  15. PKPI – Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (tidak berhasil memperoleh kursi di DPR)
Calon independen hanya diperbolehkan untuk bersaing untuk 132 kursi DPD dan gubernur, bupati, walikota, dan kepala desa. Partai politik memiliki keterbatasan demokrasi internal dan karenanya, secara umum, calon partai ditentukan oleh sekelompok kecil elit partai.(sumber : rumahpemilu.org)

Penyelenggara Pemilihan Umum

Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU) adalah lembaga konstitutional independen yang bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pemilihan umum nasional dan lokal sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang No. 15/2011. KPU saat ini terdiri dari 7 anggota (enam laki-laki; satu perempuan) yang dipilih melalui proses seleksi yang ketat dan kemudian dilantik oleh Presiden pada 12 April 2012 untuk jangka waktu lima tahun. Ketua KPU, Husni Kamil Manik, terpilih untuk masa jabatan lima tahun melalui pemungutan suara tertutup dalam rapat pleno yang pertama kali KPU laksanakan setelah terpilih. Enam anggota lainnya adalah Ida Budhiati, Sigit Pamungkas, Arief Budiman, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Hadar Nafis Gumay, dan Juri Ardiantoro.
Sekretariat KPU, dipimpin oleh Sekretaris Jenderal, merupakan perpanjangan tangan eksekutif dari KPU yang bertanggung jawab untuk administrasi organisasi di tingkat nasional. Sekretaris Jenderal biasanya dicalonkan oleh KPU dan kemudian ditunjuk untuk jangka waktu lima tahun oleh Presiden. Pada 1 Februari 2013, KPU menunjuk Arif Rahman Hakim sebagai Sekretaris Jenderal yang baru. Sejak tahun 2007, KPU telah mampu merekrut pegawai negeri sipil sebagai staf mereka. Sebelum tahun 2007, sebagian besar stafnya merupakan staf pindahan dari Kementerian Dalam Negeri.
Struktur KPU dan Sekretariat provinsi mengikuti struktur di tingkat nasional: seluruh provinsi hanya memiliki lima anggota kecuali Aceh, yang memiliki tujuh. KPU memiliki 13.865 staf di 531 kantor di seluruh Indonesia.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengawasi agar gugatan terkait pemilu ditujukan kepada badan yang tepat dan diselesaikan secara benar; secara umum, pelanggaran bersifat  kriminal dirujuk kepada polisi dan pengadilan biasa, dan pelanggaran  administrasi kepada KPU. UU 8/2012 tentang Pemilihan Umum Legislatif memberikan Bawaslu wewenang pemutusan perkara dalam sengketa antara KPU dan peserta Pemilu. Putusan Bawaslu bersifat final terkecuali untuk hal-hal terkait pendaftaran partai politik dan calon legislatif peserta pemilu. Pelanggaran serius yang mempengaruhi hasil pemilu diajukan secara langsung kepada Mahkamah Konstitusi. Ketentuan dalam UU 15/2011 mengatur bahwa Bawaslu dan KPU adalah lembaga yang setara dan terpisah. Anggota Bawaslu dipilih oleh komite seleksi yang sama dengan komite yang memilih anggota KPU. Terdapat lima anggota tetap Bawaslu di tingkat nasional. Rekan sejawat Bawaslu di tingkat provinsi, Bawaslu Provinsi, adalah lembaga yang sekarang sudah bersifat permanen dan beranggotakan tiga orang. Turun dari tingkat provinsi, keanggotaannya bersifat sementara dan terdiri atas tiga anggota di tingkat provinsi, tiga di tingkat kabupaten/kota, tiga di tingkat kecamatan dan satu pengawas lapangan di setiap kelurahan/desa. Badan pengawas semacam ini adalah khas Indonesia.

UU 15/2011 juga menetapkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP adalah dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan untuk memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU atau Bawaslu. DKPP ditetapkan dua bulan setelah sumpah jabatan anggota KPU dan Bawaslu untuk masa jabatan selama lima tahun, dan terdiri atas seorang perwakilan KPU, seorang perwakilan Bawaslu, dan lima pemimpin masyarakat. Saat ini, anggota DKPP adalah H. Jimly Asshiddiqie (Ketua), Ida Budhiati, Nelson Simanjuntak, Abdul Bari Azed, Valina Singka Subekti, Saut Hamonangan Sirait, dan Nur Hidayat Sardini. DKPP, sebuah jenis lembaga penyelenggara pemilu yang hanya ada di Indonesia, bertugas untuk memastikan bahwa kerja anggota KPU dan Bawaslu memenuhi kode etik bersama dan memiliki kewenangan untuk merekomendasikan pemberhentian seorang anggota komisi/badan pengawas. Keputusan DKPP bersifat final dan mengikat.
(sumber : rumahpemilu.org)

FEATURED

TATA CARA PENGGUNAAN DANA DESA

CENTRANHO MEDIA, Morowali. Tata Cara Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa Dalam tahapan penyusunan RKP Desa adalah harus dilakukan ...

loading...